Paylater for Warung

Buy-now-pay-later (BNPL) services is currently on the rise. Affirm, BNPL startups founded by Paypal cofounder Max Levchin, is preparing to go public in Nasdaq. Affirm previously has raised up to 1.5 billion funding with valuation up to 10 billion. This move put spotlight on the future potential of BNPL services.

Ilustrasi warung. Photo by Alin Andersen on Unsplash

In this article, i write about developing BNPL service, not for commercial products but specifically for warung. I believe this is also big potential specific for Indonesian market.

Previously, I wrote about warung and startups. You can read it here.

Continue reading “Paylater for Warung”

Rest In Peace Tony Hsieh

Tony Hsieh, founder of shoes marketplace Zappos and the author of Delivering Happiness, passed away last week. He was 46 years old, much too young to leave this world.

Reading the news on twitter, cant help but feeling sad and sentimental. Never knew the guy, but the book Delivering Happiness was the first business book that ive bought. The book opened new horizon for me on startups and business management in general.

Worn out copy from ten years ago

For context, i bought the book back in 2012. I was a software engineer in Telco back then and always thought working in technical fields will be my future. However, Tony’s book was written in a very enjoyable way that a non-business guys like me can digest.

In this post, i write couple of interesting lesson in the book that still goes with me until now. This is my way of celebrating Tony’s life. And if you havent read his book, hopefully this will intrigue you to start reading.

Continue reading “Rest In Peace Tony Hsieh”

Mengisi Orientasi Mahasiswa Baru di UISI

Hari ini, gue diundang untuk mengisi sesi orientasi mahasiswa baru jurusan Sistem Informasi di Universitas Internasional Semen Indonesia (UISI). UISI adalah kampus yang relatif baru di Gresik, berafiliasi dengan perusahaan Semen Indonesia.

Mengisi Sesi Mahasiswa Baru UISI

Didepan 40an mahasiswa baru, Gue memberikan presentasi online berjudul Menjadi Inovator Muda. Beberapa point yang dibahas :

  • Apa itu inovasi ? apa bedanya dengan kreativitas dan invention ?
  • Fungsi dan manfaat berinovasi
  • Mengapa indonesia punya potensi yang besar sekali untuk inovasi, terutama di sektor digital
  • Bagaimana memulai mengembangkan skill inovasi

Materi presentasi bisa dilihat dan di download dengan mengklik gambar di bawah
Sesinya cukup singkat, hanya sejam. Tetapi yang menyenangkan, banyak pertanyaan dari mahasiswa baru yang menantang. Gue selalu menikmati sesi presentasi yang penuh pertanyaan dan feedback dari peserta.

Presentasi Menjadi Inovator Muda

Its a Saturday morning well spent indeed. Semoga materi presentasi diatas bermanfaat untuk teman teman semua. Selamat akhir pekan!.

PS : Gue terbuka untuk undangan mengisi seminar dan kuliah tamu. Semua materi presentasi publik gue bisa dilihat di link blog berikut. Untuk mengundang, mention aja di twitter.

Bertamu di Podcast Help Me Understand

Di sekitaran bulan April atau Mei tahun lalu, gue diundang untuk bertamu di Podcast Help Me Understand. Di podcast ini, Stephanie Saputra dan Praisten Tiano, mencoba mengupas hal-hal kompleks dan membuatnya mudah dimengerti oleh khalayak umum.

Stefanie mengajak untuk membahas tentang resesi, karena waktu itu BPS baru saja mengumumkan ekonomi Indonesia kuartal ke 2 mengalami penurunan. Pertama kalinya semenjak 2008, ekonomi Indonesia mengkerut alih-alih bertumbuh.

Topik yang sangat menarik, meski gue bukan ekonom by trade or by education. Untuk mempersiapkan ini, gue banyak membaca tulisan-tulisan pak Chatib Basri. Stef dan Prais mengajak untuk ngobrol santai tapi malu juga dong klo ngoceh ngalor-ngidul tanpa basis.

After the podcast is released, i really enjoyed the results. Kita bertiga ngobrol soal resesi di Indonesia dengan santai tapi tetap “berisi”. Stef dan Prais bekerja bagus sebagai host.

Berikut beberapa poin yang gue bahas di podcast ini :

  • Apa itu resesi ?
  • Ini terdengar seperti konsep ekonomi yang abstrak, bentuk “nyata” dari resesi itu seperti apa sih ?
  • Apa dampak resesi terhadap kehidupan kita semua ?
  • Karena dirimu bekerja di Amartha, apa dampak resesi terhadap UMKM di Indonesia
  • Apakah dampak resesi rata di Jawa dan Luar Jawa
  • Apakah ada dampak positif dari resesi ini ?
  • Resesi sebenarnya berdampak positif terhadap entreprenurship
  • Apa dampak resesi terhadap mahasiswa atau fresh grads yang lulus tahun ini (atau tahun depan)

Sebagai penikmat podcast hardcore, sangat menikmati kesempatan yang diberikan Stef dan Prais ini. Dengarkan podcast Help Me Understand ini di link berikut.

Kalau ada yang ingin mengundang untuk nongkrong di podcast, mention aja langsung di twitter. Terima kasih dan selamat hari Minggu!.

TIL #4 : Direct To Consumer (D2C)

TIL adalah singkatan dari Today I Learned. Di sini gue menulis penjelasan singkat istilah baru seputar startup, teknologi dan fintech. Nama TIL terinspirasi dari subforum reddit . Semua edisi TIL bisa dibaca di link berikut.

Edisi hari ini membahas tentang produk yang dijual langsung produsen ke konsumen. Tanpa retail fisik, mengandalkan di internet dan mengincar segmen yang niche.

Ilustrasi brand D2C. Photo by Daily Nouri on Unsplash
Continue reading “TIL #4 : Direct To Consumer (D2C)”

TIL #3 : Neobank

TIL adalah singkatan dari Today I Learned. Di sini gue menulis penjelasan singkat istilah baru seputar startup, teknologi dan fintech. Nama TIL terinspirasi dari subforum reddit . Semua edisi TIL bisa dibaca di link berikut.

Edisi hari ini akan membahas tentang bank yang baru, berbasis aplikasi dan tanpa kantor cabang.

Ilustrasi neobank. Photo by Blake Wisz on Unsplash

Neobank adalah versi milenial dari bank reguler : lahir dengan teknologi, desain warna warni dan minim aset. Definisi resminya, neobank adalah layanan perbankan sepenuhnya berbasis aplikasi, dari pendaftaran hingga transaksi. Biasanya tidak punya kantor cabang dan beroperasi layaknya tech startup ketimbang institusi finansial yang formal.

Continue reading “TIL #3 : Neobank”

TIL #2 : No Code

TIL adalah singkatan dari Today I Learned. Di sini gue menulis penjelasan singkat istilah baru seputar startup, teknologi dan fintech. Nama TIL terinspirasi dari subforum reddit . Semua edisi TIL bisa dibaca di link berikut.

TIL edisi minggu ini membahas tentang tren demokratisasi pengembangan perangkat lunak untuk kamu-kamu yang tidak kuliah informatika : no code.

Illustrasi kegiatan koding. Photo by Kevin Ku on Unsplash
Continue reading “TIL #2 : No Code”

TIL #1 : SPAC

TIL adalah singkatan dari Today I Learned. Rubrik impulsif yang gue buat untuk tulisan mingguan edisi hari ini. Di sini gue menulis penjelasan singkat istilah baru seputar startup, teknologi dan fintech. Nama TIL terinspirasi dari subforum reddit yang sering gue baca.

Di TIL edisi hari ini, gue akan menjelaskan istilah pasar modal yang sedang hits di Silicon Valley : SPAC.

Ilustrasi Wall Street. Photo by Roberto Júnior on Unsplash

Apa itu SPAC ?

SPAC adalah singkatan dari Special Purpose Acquisition Vehicle. Definisinya adalah perusahaan publik khusus dibuat untuk keperluan akusisi. SPAC mengalami proses IPO seperti biasa, tercatat di pasar modal tetapi dia tidak mempunyai kegiatan operasional bisnis dan didesain untuk menjadi “wadah kosong” yang akan di “tempati” perusahaan yang akan di akusisi.

Setelah merger terjadi, SPAC melebur menjadi perusahaan yang diakuisi dan tetap tercatat sebagai entitas di pasar modal tersebut.

Akhir-akhir ini, Beberapa perusahaan terkemuka go public menggunakan SPAC. Salah duanya adalah maskapai Virgin Galactic dan startup truk elektrik Nikola. Tren menjadi semakin hangat setelah beberapa investor besar mendirikan SPAC mereka sendiri sebagai wadah investasi kedepan. Nama-nama besar seperti pendiri Linkedin Reid Hoffman, mantan eksekutif awal Facebook Chamath Palihapitiya dan investor bilyuner Wall Street Bill Ackman.

SPAC dianggap alternatif yang lebih cepat dan lebih murah dibandingkan IPO konvensional.

Akan tetapi SPAC juga lebih beresiko, karena investor mempercayakan uangnya sebelum proses akuisisi terjadi. Seperti urunan naruh duit di topi pas lagi nongkrong. Lo gak tau uangnya bakal dipake apa. You just have to believe sama temen lo yang ngumpulin duit.

Gue belum tahu aturan detail mengenai SPAC atau yang setara di pasar modal Indonesia. Tapi melihat tren di US, sepertinya model go public alternatif seperti ini menjadi opsi menarik untuk startup-startup unicorn lokal. Unicorn seperti Gojek, Traveloka dan Tokopedia belum ada yang go public.

Startup teknologi yang baru masuk bursa akhir-akhir ini adalah Cashlez.

Apakah Wilson Cuaca akan membuat SPAC di Indonesia ? Lets wait and see.

Referensi lebih lanjut mengenai SPAC, bisa dibaca di link berikut :

Demikian untuk edisi perdana dari TIL. Klo lo ada ide istilah asing apalagi yang bisa gue bahas di edisi berikutnya, komen aja disini atau mention @kikiahmadi di twitter. Thanks!

Terima kasih telah membaca artikel ini. Jika kamu menikmati tulisan ini dan ingin mendapatkan update tulisan terbaru, artikel / podcast / video youtube dan juga musik menarik yang aku rekomendasikan, sila subscribe email list dibawah.

Processing…
Success! You're on the list.

Substack dan Model Bisnis Baru Jurnalisme

Casey Newton, jurnalis teknologi dari publikasi The Verge, minggu kemarin mengumumkan bahwa dia keluar dari media yang membesarkannya dan bersolo karir. Casey sebelumnya terkenal karena membongkar praktek moderasi konten ekstrim di Facebook. Memanfaatkan platform Substack, Casey meluncurkan newsletter berbayar berjudul Platformer yang membahas berita lanskap industri media sosial.

Casey bukan satu-satunya jurnalis yang menempuh jalur ini.

Ilustrasi Media Cetak. Photo by Markus Spiske on Unsplash

Di newsletter resmi mereka, Hamish McKenzie founder Substack, membuat senarai puluhan jurnalis terkemuka yang memulai publikasi independen di platform ini. Salah duanya, yang gue suka, The Profile dari ex-kontributor fortune, Polina Marinova dan Reporting dari mantan Rolling Stone Matt Taibi. Hamish memposisikan Substack sebagai jalur indie untuk jurnalis dan penulis.

Yang dilakukan Casey dan Substack menurutku adalah alternatif model bisnis yang menarik ditengah ketidakpastian masa depan karir jurnalis. Gelombang layoff menerpa raksasa industri media besar internasional seperti Buzzfeed, Conde Nast, Quartz dan Vice. Di dalam negeri tidak jauh berbeda, di tahun 2020 ini Kumparan dan Jakarta Post terpaksa mengambil langkah PHK. Di Twitter, sempat ada gerakan solidaritas membeli langganan digital Jakarta Post.

Media online kebanyakan mencari revenue bukan dari pengguna mereka tetapi dari pemasang iklan. Gue menikmati semua konten Detik, Tempo dan juga Jakarta Post tanpa pernah membayar. Sebagai gantinya, gue harus terima untuk di berikan promosi iklan-iklan interstitial yang annoying dan headline-headline pemancing klik.

Dengan model bisnis seperti ini, produsen konten media tidak ada insentif langsung untuk memberikan produk jurnalisme berkualitas untuk penikmat media, karena revenue datang bukan dari end user. Di sisi lain, tanpa konten berkualitas, pembaca tidak alasan juga untuk membayar dan loyal terhadap publikasi tersebut.

Substack menawarkan solusi dengan mendesain platform publikasi newsletter dan blog yang defaultnya berbayar. Penulis dan jurnalis bisa memulai publikasi independen premium mereka dengan beberapa klik.

Substack, seperti juga ekonomi renjana lainnya, membuka opsi individu untuk bisa hidup dan berkarya secara independen. Jurnalis individu kini bisa menulis dan menjangkau pembaca tanpa harus bergabung dengan media massa. Beberapa contoh sukses one-man-show seperti ini adalah Stratechery dari Ben Thompson yang run-rate revenue tahunan nya mencapai 200 ribu dollar, publikasi politik konservatif The Dispatch dan jangan lupakan podcast Joe Rogan yang dibeli Spotify senilai ratusan juta dolar.

Sebuah media massa dengan seratusan karyawan, mungkin membutuhkan puluhan atau ratusan ribu pelanggan berbayar untuk menutup biaya operasional dan menghasilkan keuntungan. Tapi misalkan seorang jurnalis, memasang tarif 50 ribu perbulan untuk membaca konten publikasinya. Dia hanya butuh seribuan subscriber untuk mencapai revenue 50 juta per bulan. Dengan gaya hidup yang ramen profitable, sebagian besar dari 50 juta tersebut adalah pure profit.

Setara gaji VP di startup unicorn. Jauh dengan standar di industri media saat ini. Mencapai level tersebut bukan hal yang mudah tapi model bisnis seperti ini memungkinkan.

Substack saat ini hanya menyediakan integrasi dengan payment gateway Stripe yang belum tersedia di Indonesia. Sehingga user Indonesia belum bisa mengaktifkan fitur berbayar. Ini peluang untuk platform lokal untuk menangkap peluang ini. Karyakarsa sebenarnya menyediakan fitur konten berbayar ini dengan metode pembayaran wallet Gopay / OVO yang lebih inklusif dibanding kan kartu kredit. Tetapi platform mereka, tidak (atau belum) di desain untuk konten penulisan.


Di tengah era berita hoax dan polaritas politik yang tajam seperti ini, sebenarnya kebutuhan untuk produk jurnalisme yang dalam dan berkualitas menjadi sangat penting. Platform seperti Substack dan sejenisnya membuka optimisme model bisnis yang lebih mensejahterakan penulis, jurnalis dan pekerja pers lainnya. Penikmat media seperti gue juga bisa dengan mudah mendukung (dengan uang) produk jurnalisme yang gue nikmatin.

Semudah dan semurah memilih kopi apa yang harus gue konsumsi di istirahat siang hari ini.

Berikut beberapa referensi yang gue baca untuk menulis tulisan kali ini.

Tulisan ini terinspirasi oleh obrolan dengan Ardi Wilda.

Terima kasih telah membaca artikel ini. Jika kamu menikmati tulisan ini dan ingin mendapatkan update tulisan terbaru, artikel / podcast / video youtube dan juga musik menarik yang aku rekomendasikan, sila subscribe email list dibawah.

Processing…
Success! You're on the list.

Localizing Group Buying in Indonesia

One of noticeable recent trend in ecommerce is group buying. The trend is ignited by the rise of Pinduoduo (PDD), Chinese company offering group buying services. In just 5 years, Pinduoduo skyrocketed from small aplication inside We-chat into challenging Alibaba as the biggest c-commerce in China. Fueled by this trend, group buying startups are emerging in Indonesia. Among them are Kitabeli, Chilibeli, Rates and Woobiz.

Image of traditional market in Indonesia. Photo by Artem Beliaikin on Unsplash

Ecommerce in Indonesia has been rapidly growing for the past decade. Penetration compared to offline retail however is still less than 1%. There is an ample room for innovation in this space, including group buying. But blindly copying what works in China might not produce similar result here.

In this article, i write my thoughts on how PDD does group buying and whether bringing in their model could work in Indonesian context.

Lets go!.

Continue reading “Localizing Group Buying in Indonesia”