Ini adalah masa paling menantang yang saya hadapi sepanjang hidup. Tidak pernah terpikir bahwa selama hampir satu bulan setengah berjalan, kita semua tidak bisa keluar rumah. Virus corona membuat hampir semua kegiatan ekonomi yang bergantung dari interaksi orang ke orang menjadi terhenti. Beberapa industri sudah mulai kolaps : pariwisata, musik, event, transportasi. Selain itu, ekonomi secara general melambat drastis hanya dalam waktu 2 bulan sehingga gelombang layoff mulai terjadi. Yang masih beruntung untuk digaji, menatap hari besok dengan tidak pasti sebari menghitung tabungan.
Seperti sabda Darwin, yang bertahan adalah yang paling beradaptasi. Survivabilitas di tahun 2020, sepertinya bergantung seberapa cepat kita pivot dengan kondisi corona ini baik secara professional di kantor maupun secara personal.
Selama sebulan ini, saya banyak mengkonsumsi video, artikel dan podcast terkait efek corona terhadap bisnis dan bagaimana mencari sumber pendapatan baru. Berikut beberapa diantaranya. Kalau ada referensi materi bagus dari teman teman, boleh loh di tulis di komen atau mention saya di twitter dan instagram @kikiahmadi. Akan saya update ketika mendapat referensi baru.
Lets survive together.
Cerahati Apocalypse Zoom
Agensi periklanan Cerahati membuat sebuah acara virtual rutin bernama Apocalypse Zoom yang membahas bagaimana industri kreatif bisa beradaptasi di tengah badai Corona ini. Setiap sesi, pelaku-pelaku industri saling sharing apa saja yang mereka lakukan untuk bertahan hidup dan juga brainstorming untuk menentukan arah ke depan. Sampai saat ini ditulis, sudah ada 5 sesi dengan 5 industri yang dibahas : Musik, Film, Advertising, Kuliner dan Event.
Seri video ini bagus sekali untuk mencari ide dari kacamata berbagai industri. Terutama karena industri kreatif ini salah satu yang terimpact paling parah karena mayoritas pekerjaan ada di luar rumah dan berkumpul sudah tidak bisa lagi dilakukan.
Pandji Pragiwaksono Podcast – Hiduplah Indonesia Maya
Pandji, selain dikenal sebagai komedian tunggal, juga memiliki perusahaan promotor dan stand-up event bernama Comika. Di episode ini, Pandji membahas bagaimana industri stand-up comedy yang berhenti membuat dia memutar otak untuk membuat beberapa event online di Instagram, baik untuk dirinya pribadi maupun untuk Comika secara tim.
Yang menarik disini Pandji membahas bagaimana memisahkan antar value dengan media. Karena corona membuat opsi media offline tertutup, maka bagaimana caranya value tetap bisa terdeliver dengan opsi media yang masih terbuka. Ketika value bisa terdeliver dengan media yang baru, maka ada potensial revenue disitu.
Update 26 April 2020
Pandji mengeluarkan episode terbaru yang masih membahas tentang Coronomy : aktivitas ekonomi yang berkembang di era corona ini. Di episode ini, Pandji membahas pelajaran yang bisa diambil dari krisis ekonomi Indonesia sebelumnya yaitu krisis 98.
Harvard Business Review – Coronavirus + Business
HBR merilis Insight Series yang berisi artikel-artikel untuk memandu bagaimana menavigasi bisnis di tengah pandemi. Ada 3 topik besar yang dibahas : Managing Your Business, Managing Remote Team dan Leading Through Crisis. E-book ini bisa didapatkan secara gratis, tinggal bikin akun saja di HBR Store.
Artikel rekomendasi saya di ebook ini adalah How Chinese Companies Respond To Coronavirus. Seperti judulnya, beberapa company di China tidak cuman survive tapi juga bisa bertumbuh ketika Corona sedang ganas-ganasnya.
Tea with Gary Vee
Aku tidak terlalu mengikuti Gary Vee sebenarnya sebelum ini. Tapi setelah mencerna beberapa, this guy apparently make a lot sense especially on how to leverage social media. Favorit saya, yang sedang kucoba juga, adalah $1.80 Strategy.
Spesifik untuk pandemi ini, Gary mengadakan sesi tanya jawab Tea with Gary Vee hampir setiap hari. Ketika hampir semua orang di dunia terjebak di rumah, smartphone dan sosial media menjadi kanal utama informasi, hiburan dan juga edukasi. Tea With Gary Vee membahas banyak sekali tips yang untuk meleverage konten social media untuk bisnis dan personal.
Wired Article on Addo
Di artikel Wired ini, jurnalis Joe Ray membahas bagaimana Addo, sebuah restoran mewah yang menjual makanan Puerto Rico, melakukan banyak pivot di bisnis mereka. Mulai dari menjual menu-menu yang lebih murah secara delivery, menyediakan opsi donasi makanan, memanfaatkan platform online untuk pesan hingga menyesuaikan jam kerja karyawan sesuai dengan frekuensi order delivery yang masuk.
Satu hal pertama yang dilakukan Addo ketika pandemi dimulai adalah aktif posting update social media mereka setiap hari. Tidak hanya promosi, Addo juga memanfaatkan social media untuk membuat survey dan menampung feedback dari customer mereka sehingga mereka bisa cepat bereaksi terhadap permintaan. Basic but very underrated move.
Pandji Pragiwaksono – Indiepreneur
Sebelum pandemi, aku sudah berpikir untuk mulai berkarya instead of hanya bekerja. Dari tulisan-tulisan ku di blog, mulai ada tawaran seminar, mengajar atau konsultasi berbayar yang masuk yang bisa kukerjakan luar jam kantor. Sehingga di tahun 2020, resolusiku adalah mulai menseriusi blog ini dan menjadikannya sumber pendapatan di luar gaji.
Ketika pandemi datang, ide berkarya ini naik prioritasnya dari pikiran waktu luang menjadi suatu keharusan. Setiap kali melihat linkedin, mulai banyak postingan company atau koneksi yang terkena layoff. Sebagai salah satu part of manajemen di Amartha, aku juga harus merelakan gaji dipotong agar runway perusahaan lebih sustainable. Merespon keadaan ini, setiap malam aku berpikir , kedepan aku tidak bisa hanya bergantung kepada gaji. Dan so far, salah satu yang bisa kujadikan uang adalah skill menulis, analysis dan presentasi yang kumiliki.
Buku utama yang menjadi pedomanku untuk mengexplore bagaimana mencari pendapatan dari berkarya adalah Indiepreneur dari Pandji Pragiwaksono. Di buku ini Pandji membahas dengan eksploratif bagaimana sebuah pekarya dapat mengkonsep produk, membangun audiens dan membangun business model yang profitable.
Update 26 April 2020
McKinsey COVID Briefing
Briefing material yang sangat komprehensif dari definisi COVID, impact secara global dan rekomendasi strategis apa saja yang harus dilakukan oleh business leader. Seperti layaknya consultant deck , McKinsey menyajikan ini dengan grafis yang menarik sehingga enak untuk dibaca.
Ada 4 bab di report ini : Covid Situation, Scenarios, Planning and Managing Response dan Sector-specific Impact. Favoritku ada di bab 4, karena disini dijabarkan analisis terhadap beberapa sektor industri yang terdampak paling parah dan bagaimana kira-kira skenario recovery ke depan.
The Ken Southeast Asia – Grab & Zalora Pivot to Groceries
Artikel ini membahas bagaimana pemain digital di Filipina seperti Grab, Zalora dan Zagana (B2B ecommerce) pivot untuk menyediakan layanan belanja sembako online. Seperti juga di Indonesia, Filipina memberlakukan lockdown dengan cepat di mayoritas kota kota besar mereka. Ini sekilas menjadi peluang besar untuk menyediakan layanan pengantaran kebutuhan pokok. Akan tetapi , shifting ke bisnis delivery ternyata tidak segampang itu. Pekerja delivery yang terbatas, stok bahan pokok yang juga susah untuk dicari ditambah marketing tidak bisa lagi jor-joran karena pasti cash-flow perusahaan sedang terbatas.
Artikel ini sangat menarik karena banyak bisnis yang melihat pandemi ini untuk berpindah ke pengantaran online. Akan tetapi, membangun kapabilitas dan asset untuk melakukan itu tidak serta-merta bisa dibangun dalam satu dua minggu.
Update 29 April 2020
Inventure Knowledge- 30 Consumer Behaviour Shifting
Konsultan marketing Yuswohadi melalui firma beliau : Inventure Knowledge, mengeluarkan e-book analisa perubahan perilaku konsumen di tengah pandemi. Beberapa diataranya adalah :
- Transaksi E-Commerce yang melebar dari kebutuhan tersier (Fashion, Gadget) ke kebutuhan primer (bahan pokok, sayur-mayur)
- Layanan pengantaran makanan yang beralih dari masakan jadi ke masakan setengah-jadi (home cooking)
- Work from home menjadi norma sehingga pembelanjaan furniture dan appliance untuk home-office meningkat
- Munculnya kategori in-home experience baru seperti konser online
Contoh-contoh 30 perubahan perilaku yang dibahas didalam ebook ini cukup spot-on. Dengan membaca ebook ini, kita bisa membaca arah bagaimana konsumsi barang dan layanan berubah seiring ketidakmampuan masyarakat untuk keluar rumah. Pola-pola tersebut bisa kita coba aplikasikan untuk pekerjaan di kantor atau jika ingin membuka bisnis di kenormalan baru ini.
Kelemahannya beberapa poin di e-book ini ditulis dengan bombastis sehingga terdengar cringy. Tapi kontennya tetap bagus kok.
Yushowadi dan Inventure juga membuka webinar untuk membahas materi ini dengan lebih detail.
Navigating uncertainty in an evolving market- Think With Google
Ini adalah kompilasi material dari Google tentang adaptasi digital marketing di masa COVID-19 ini. Mulai dari bagaimana tetap up-to-date dengan trend konsumen di waktu krisis, contoh brand yang melakukan crisis communication dengan bagus hingga panduan praktis mengadakan event online menggunakan tools dari Google (tentunya).
Salah satu favorit saya disini adalah Rethinking Ramadhan. Bulan puasa yang seharusnya penuh interaksi sosial seperti bukber, tarawih dan mudik tidak mungkin dilakukan di masa seperti ini . Sehingga untuk menjadi relevan, brand harus mengadjust marketing ramadhan yang biasa bertema kumpul-kumpul menjadi kumpul online. Tetap bersama walau terpisah.
Selain itu report tersebut ada contoh yang sangat menarik, Wardah Virtual Makeup. Mencoba make-up kini tak harus keluar rumah.
Terima kasih telah membaca. Jika kamu menikmati tulisan ini dan ingin mendapatkan update tentang tulisan terbaru via email, sila isi form dibawah.