Seperti dijabarkan di artikel business insider dan nytimes ini , mayoritas penikmat musik berhenti mencari hal baru untuk didengarkan di usia 30. Well, di tahun ini, usia saya tembus kepala tiga dan saya bisa mengerti sekali ketika teman teman seangkatan playlist spotifynya adalah album Appetite for Destruction atau Hybrid Theory yang diulang-ulang. Di tahun ini, secara karir (Alhamduillah) saya juga mengemban sebuah tanggung jawab baru yang membuat saya sibuk lebih dari sebelumnya (seriusan, mendengarkan musik di jam kerja pun susah).
Beruntungnya, masih ada sebuah kenikmatan kecil yang saya rasakan ketika menemukan band atau album baru yang lagu lagunya enak untuk didengar. Ketika ada waktu senggang di antara meeting, tab New Release dan Discover di Spotify adalah pilihan untuk rehat sejenak. Menemukan musik musik baru adalah hal yang menyenangkan sekaligus mungkin sebuah usaha perlawanan untuk menjadi tua dan membosankan.
Dan untuk membagikan perasaan itu, berikut album rilis 2018 yang menurut saya nikmat sekali untuk didengar. Mayoritas album di list ini bergenre hip-hop dan metal.
Semua lagu yang saya sebutkan di artikel ini bisa didengarkan di spotify playlist berikut
Eminem – Kamikaze
Saya adalah fans kambuhan Marshall Maters. Album The Eminem Show adalah kaset rap pertama yang saya beli, di Aquarius Polisi Istimewa Surabaya ketika itu, delapan belas ribu. Album inilah yang membuat saya gatal ingin menulis tentang musik lagi di blog.
Kamikaze adalah album yang istimewa. Pertama karena disini, Marshall kembali menjadi Slim Shady yang tidak memberikan senggama (dont give a fuck!). Kamikaze menambah senarai panjang orang-orang yang dihancurkan Slim melalui lirik multi-syllable dan double-entendre yang keras. Sebut saja Joe Budden, Machine Gun Kely, wakil presiden Mike Pence, segumpulan mumble-rappers dan banyak lagi, disebut di 13 track album ini baik frontal atau subliminal.
Dan kedua, saya merasa Slim menemukan equillibrium antara menampilkan rap rumit berseluk-beluk dengan tetap menampilkan beat-beat yang renyah untuk didengarkan. Tidak terlalu pop seperti album Revival atau bahkan super-cheesy seperti MMLP2.
Ghost – Prequelle
Seperti layaknya Kiss, Ghost adalah band yang visualnya lebih horror daripada musiknya. Melihat poster atau cover albumnya, saya pada awalnya mengira musiknya akan terdengar deathcore seperti Slipknot, horror seperti Dimmu Borgir atau menghitam seperti Gorgoroth. Nyatanya musik Ghost adalah rock catchy dengan vokal bersih dan halus.
Di album prequelle, Papa Emeritus (berganti nama menjadi Cardinal Copia kali ini ) dan kroni kroninya membuat musik yang jauh lebih catchy dan danceable dari rilis sebelumnya, Meliora. Highlights saya di rilis ini, Dance Macabre adalah track rock disko dengan reff ear-worm luar biasa, melodi gitar. Sebuah effort berdisko band rock yang jauh lebih bisa diterima ketimbang (lagi lagi) Kiss ketika mengeluarkan single I Was Made For Loving You. Menyembah lucifer rasanya tidak pernah seceria ini.
” just wanna be, just wanna be with you ,all night!”
A Perfect Circle – Eat The Elephant
Menikmati album A Perfect Circle adalah upaya menerima dan mengikhlaskan bahwa mengharapkan Maynard James Keenan untuk membuat album Tool sama absurdnya dengan mengharapkan Gaben merilis Half Life 3. Supergrup ini kali ini di gawangi MJK bersama Billie Howerdel (yang mirip vokalis Smashing Pumpkins), James Iha (yang benar benar dari Smashing Pumpkins) dan dua personel lainnya yang saya tidak terlalu ingat. Mereka bukan band jelek, saya pertama mendengar The Hollow di sound track film Constantine lalu kemudian melihat Paz Lechantin memainkan bass dengan kombinasi tank-top dan hotpants di video clip Judith
tapi ya kembali lagi, ini bukan Tool.
Semua tidak selamanya hilang. Dua lagu di album ini, TalkTalk dan By And Down The River, menurut saya membawa atmosfir album Tool klasik Aenima.
Terima kasih Eat The Elephant untuk sedikit mengurangi dahaga akan materi Tool baru. Setidaknya saya tidak harus mereplay video bocah SD mengcover 46 and 2 ini lagi
Hollow Prophet & Scumfuck – Scumprophet
Saya tidak pernah mendengar dua band ini sebelumnya. Tapi ketika playlist Deathcore di Spotify merujukkan split EP berjudul Scumprophet ini, holy shit, jatuh cinta pada hentakan blastbeat yang pertama. Saya sesekali mendengarkan Cannibal Corpse dan Napalm Death, tapi grindcore bukan gelas teh yang saya minum reguler. Namun, di album dan lagu self-titled Scumprophet ini ada sebuah intensitas menarik antara shrieking vokal, distorsi dan double-pedal bass drum yang terdengar seperti getaran mesin genset saking cepatnya.
Scumprophet adalah rilisan paling brutal yang saya dengar tahun ini. Nilai tambah juga karena band ini masih benar benar dibawah radar. Penikmat musik ekstrim metal saya sarankan untuk segera mendengar split EP di spotify terdekat kesayangan anda.
Noname – Room 25
Selanjutnya, dalam list ini, adalah 180 derajat berbeda dari scumprophet. Fatimah Nyeema Warner, lebih dikenal sebagai Noname , adalah emcee yang membawakan hiphop halus selembut sutra. Cocok sekali didengarkan di malam hari, sebari duduk, menghembuskan nafas, melepas lelahnya bekerja seharian.
Jika kamu suka musik dari Chance The Rapper, Mac Miller atau Andersoon Paak, Noname cocok untukmu. Coba dengarkan track Regal sebagai tester apakah album ini layak untuk kamu konsumsi
Chelsea Grin – Eternal Nightmare
Saya akui, saya lemah terhadap band metal dengan sound modern, growl yang terdengar penuh, gitar djent dengan breakdown dan double-pedal berkejaran tak henti. Oleh karena itu playlist utama saya di Spotify adalah New Core. Di playlist ini juga saya menemukan Chelsea Grin, kuartet deathcore asal Utah yang menghentak di tahun 2018 dengan album Eternal Nightmare. Suara vokal Tom Barber sih yang membuat band ini menempel sekali di telinga saya. Terutama setelah melihat video live mereka di Warped Tour berikut, gila sih kalau live musik bisa sekualitas ini soundnya
Album ini menempatkan Tom di tempat keempat vokalis metal terbaik di list saya setelah Howard Jones ex-Kilswitch Engage, Randy Blythe dari Lamb Of God dan legenda hidup Max Cavalera dari Soulfly.
Honne – Love Me / Love Me Not
Honne adalah definisi untuk selera musik anak selatan jakarta di tahun 2018. Sedikit pop, sedikit elektronik, sedikit jazz, literally complicated and sophisticated. Tipikal band yang akan muncul di line up We The Fest.
Di album Love Me Not, duo produser asal London Selatan, James Hatcher dan Andy Clutterbuck membuat lagu lagu cinta berkelas dengan beat elektronik hasil olahan Ableton Live yang danceable.
Dua lagu pilihan saya di rilis ini adalah Location Unknown dan Crying Over You. Para pejuang LDR akan menyanyikan bait ” i dont care how long it takes, i know youll be worth the wait. im on the first flight, back to your side” dengan penghayatan sempurna. Lebih mengiris lagi kalau mendengar versi live yang ini sih.
Crying Over You lebih untuk ke pejuang move on sih. Dan gue prediksi ini lagu ini bakal menghiasi karaoke bar di sekitaran Kuningan, Gatsu, SCBD terutama di jam sepulang kantor. Dinyanyikan oleh mbak dan mas kantoran yang di ghosting gebetan yang bertemu setelah swipe right di tinder.
And I don’t know why I’ve been crying over you
For the life of me, I wish that I knew
Dibuang sayang…
Selain yang ditulis diatas, ada banyak album bagus rilisan tahun ini dalam backlog yang saya ingin dengarkan dengan seksama.
Dari sisi rock alternative ada Arctic Monkeys yang meluncurkan Tranquility Base . Semakin tahun Alex Turner membuat sound yang makin jauh dari Whatever People Say I Am. Kembalilah ke sound garage rock kasar yang kita semua suka om Alex!. Interpol juga mengeluarkan Marauder, yang saya kurang suka dan membuat kembali memutar El Pintor. Kodaline meluncurkan Politics of Living yang belum sempat saya dengar, karena benar benar rilis H-1 dari saya mengetik artikel ini. Sayangnya, dari reviewnya sepertinya semenjana, tapi ya band ini pasti tetap akan saya dengar.
Penikmat hiphop juga sangat dimanjakan tahun ini. Dalam 3 minggu pengerjaan artikel ini, iya nulis begini saja butuh waktu saya 3 weekend, sudah rilis Brockhampton dengan Iridescence, Lupe Fiasco dengan Drogas Wave, Pusha T dengan Daytona dan yang paling hangat, Lil Wayne dengan Tha Carter V. Dari semua ini, so far yang paling saya enjoy adalah Daytona. Untuk mengelabui rating di era striming banyak artis hiphop mengeluarkan album dengan jumlah lagu yang naudzubillah banyaknya. Daytona cukup pas dengan lagu lagu enak dengan durasi yang padat.
Sementara dari ranah metal, yang sedang mainstream sekali adalah Deafheaven. Ini genrenya aneh dan hipster banget sih, Black Metal Shoegaze. Coba dengarkan lagu You Without End atau video live Worthless Animal, seperti mendengarkan band instrumental Explosions In The Sky tetapi ditengah tengah terdengar rintihan iblis dengan microphone lo-fi.
Selain itu, Soulfly mengeluarkan single Ritual dan akan merilis album penuh beberapa bulan lagi. Ritual terdengar primitif, tribal dan ganas, seperti semua album awal Cavalera di era 2000an (Primitive, 3 dan Prophecy). Patut ditunggu!
https://open.spotify.com/embed/user/kikiahmadi/playlist/3BOpr1jkAtDYgfHK3WhxDQ