Tulisan ini sebelumnya dipublikasikan di Selasar.com. Dibawah ini adalah editan terbaru berdasarkan input proofreading dari Atiek Puspa, Agung Hikmat dan Nauval Atmaja. Beberapa minggu ini kami berempat mengadakan kelompok studi kecil kecilan dengan topik M4D untuk mengisi waktu luang dengan tulisan ini sebagai hasilnya. Beberapa tulisan tentang M4D dan Indonesia (kami harap) akan muncul setelahnya.
Telepon seluler adalah teknologi modern yang paling banyak diserap masyarakat di dunia. Menurut laporan Global Mobile Economy, di akhir tahun 2014 terdapat 3.6 milyar pengguna layanan seluler. Setengah dari populasi dunia mempunyai akses terhadap teknologi ini dan bertumbuh lima kali lipat dibandingkan 10 tahun yang lalu. Untuk negara-negara berkembang, penetrasi layanan berkisar pada 40%, sementara negara-negara maju mencapai dua kali lipat dari penetrasi layanan negara berkembang. Di masa mendatang, pengguna seluler diperkirakan terus bertumbuh mendekati 5 milyar di akhir tahun 2020 dan didominasi oleh Asia Tenggara dan Afrika.
Layanan seluler memberikan akses komunikasi luas kepada sebagian besar populasi dunia. Seiring dengan perkembangan teknologi, seluler juga membuka deras arus informasi melalui mobile internet kepada masyarakat yang belum terjangkau oleh infrastruktur kabel. Beberapa hal tersebut membuat seluler menjadi pilihan teknologi yang ideal untuk mendorong proses pembangunan bidang sosial, lingkungan, dan ekonomi. Konsep ini disebut dengan Mobile for Development (M4D) atau layanan seluler untuk pembangunan.
M4D memiliki beragam bentuk implementasi. Bentuk paling sederhana adalah penyiaran informasi menggunakan SMS (SMS Broadcast). SMS dipilih karena memiliki potensi jangkauan yang luas karena mampu diterima oleh jenis ponsel dan jaringan paling sederhana sekalipun. Implementasi dengan SMS biasanya digunakan untuk menyebarkan informasi terkait dengan bencana, kesehatan, atau pertanian. Bentuk implementasi populer yang lain adalah penyediaan layanan finansial melalui ponsel atau mobile finance (m-finance). Terbatasnya bank konvensional di daerah terpencil, membuat m-finance menjadi pilihanutama untuk mendapatkan jasa finansial seperti tabungan, kredit, dan asuransi bagi masyarakat yang tidak mempunyai rekening bank (unbanked population).
Mayoritas implementasi M4D didorong oleh NGO, penyedia jasa seluler (operator) dan juga lembaga asistensi pembangunan. Salah satu yang paling aktif mengembangkan M4D adalah asosiasi penyelenggara layanan telekomunikasi dunia atau disebut GSMA (Groupe Speciale Mobile Association). Sejak tahun 2011, GSMA M4D menyediakan data, melakukan riset, dan menjalin kerjasama dengan operator seluler di berbagai negara dalam rangka implementasi layanan seluler untuk pembangunan. Sampai saat ini, GSMA terlibat di 49 negara dengan bermacam tujuan seperti pemberdayaan perempuan, keuangan inklusif dan penanggulangan bencana. Selain GSMA, beberapa organisasi internasional pendukung M4D lainnya adalah USAID Digital Development dan juga Yayasan PBB (UN Foundation).
Salah satu contoh implementasi M4D yang paling sukses adalah M-Pesa di Kenya. Dikembangkan oleh operator terbesar di Kenya Safaricom, M-Pesa menyediakan layanan perbankan melalui telepon seluler. Hanya dengan ponsel sederhana, pengguna M-Pesa dapat menabung, mengirim uang dan membayar tagihan rumah tangga seperti air dan listrik tanpa harus memiliki rekening bank. M-Pesa menjadi pintu utama masyarakat perdesaan Kenya untuk mendapatkan akses layanan finansial kaena penetrasi perbankan yang hanya mencapai 40% dari keseluruhan populasi. Tahun2013, nasabah M-Pesa mencapai angka 17 juta pelanggan atau sekitar 70% dari total populasi orang dewasa di Kenya. Selain itu, di tahun yang sama layanan ini juga menghasilkan pendapatan 300 juta US dollar untuk Safaricom.
Bagaimana dengan Indonesia ?
Dengan jumlah pelanggan seluler yang sudah melebihi populasi dan cakupan jaringan telekomunikasi bergerak yang mencapai 80 persen luas negara, Indonesia menjadi tempat yang ideal untuk implementasi M4D. Konektivitas yang dibawa oleh layanan seluler dapat dimanfaatkan untuk membawa akses informasi pendidikan, kesehatan,pertanian, serta kebutuhan dasar lainnya ke daerah perbatasan dan pulau-pulau terluar. Merambahnya penjualan ponsel pintar (smartphone) baru baru ini memberikan insentif kepada operator seluler untuk memperluas jaringan mobile broadband / 3G. Perluasan ini mampu membuka peluang untuk pengembangan layanan M4D yang lebih beragam dengan melibatkan konten multimedia seperti pembelajaran jarak jauh dan pengobatan jarak jauh (telemedicine).
Beberapa penerapan M4D sudah dimulai di Indonesia. Di area m-finance, tiga operator seluler besar Telkomsel, XL dan Indosat sudah meluncurkan produk mobile money mereka masing-masing (T-Cash, XL Tunai dan Dompetku). Pengguna layanan-layanan tersebut dapat melakukan transfer uang dengan hanya menggunakan ponsel. Ada juga Ruma, perusahaan sosial yang menggunakan layanan seluler untuk memberdayakan masyarakat miskin di daerah perdesaan. RUMA sudah merekrut dan melatih sekitar 15ribu pengusaha kecil (85% perempuan) untuk menjual pulsa seluler, listrik dan juga layanan tambahan lainnya.
M4D mempunyai potensi besar untuk membawa perubahan nyata. Dibutuhkan kerja sama dan dukungan kebijakan dari pemerintah untuk mendorong pemanfaatan teknologi seluler bagi pemerataan pembangunan. Seperti yang sudah dibuktikan oleh M-Pesa, penerapan M4D yang ideal mampu memberikan manfaat bagi semua pihak yang terlibat.M4D tidak hanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat tetapi juga memberikan insentif kepada penyelenggara layanan tersebut untuk terus berkembang
Sudah saatnya layanan seluler diberikan peran yang lebih besar. Bukan sekedar sebagai objek pajak namun sebagai instrumen penting dalam proses pembangunan di Indonesia.
Sumber :
- Laporan Global Mobile Economy 2014 dari GSMA
- GSMA M4D
- Berbagai produk dan jasa bentuk implementasi M4D
- Tentang M-Pesa
- Tentang Ruma
- Pendapatan M-Pesa di tahun 2013
- Statistik industri telekomunikasi Indonesia 2013 – Redwing
Credit gambar : backtrack-area.blogspot.com/